Rabu, 29 September 2010

AIR TANAH YANG MENGGESER IBU KOTA PROPINSI

Beberapa waktu silam Masyarakat Jawa Tengah telah menyimak berbagai silang pendapat tentang prediksi tenggelamnya Kota Semarang di Tahun 2016, seperti juga polemik bakal tenggelamnya Kota Jakarta. Di tengah merebaknya perdebatan publik tersebut, sebagian masyarakat mencuatkan pendapat penunjukan Solo sebagai Ibukota Jawa Tengah yang baru menggantikan Semarang, yang tiada henti hentinya dilanda banjir hujan dan rob yang dilematis.

Lepas dari permasalahan tersebut kita kembali ke beberapa pendapat para ahli Planologi yang mengemukakan secara tehnis ancaman kota Semarang di masa-masa mendatang,, melalui beberapa penelitian ilmiahnya. Hal ini untuk menjembatani tajamnya opni yang saling bersebrangan.. Terutama alasan tehnis yang kita semua tahu , bahwa ancaman banjir rob dari tahun ke tahun telah melebar merambah Kota Semarang, hingga menusuk ke tengah kota.

Banjir rob tersebut disebabkan oleh aktifitas penurunan air tanah yang terus menerus sepanjang tahun dan diperparah dengan sistim drainase kota yang kurang memadai.Dr. Ir. Suripin M.Eng yang dikutip dari abstraksi Dwiyanto, Agung (2009) Stasiun Tawang Yang Terdholim, yang diterbitkan Jurnal Nasional, menyatakan bahwa topografi wilayah Semarang memiliki kemiringan antara 0 sampai 2% dan ketinggian ruang antara 0-3,5 mdpl.

Adapun Semarang bagian atas dengan ketingggian antara 90-200 meter dari permukaan laut. Semarang sudah menjadi langganan banjir dan rob sejak beberapa tahun yang lalu. Jika penanganan banjir tidak sistimatis, diperkirakan pada 2019 Semarang bawah akan tenggelam. Prediksi itu didasarkan pada penurunan lahan yang terjadi tahun demi tahun, yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Pada sejumlah kawasan, penurunan terjadi hingga 14 cm. ‘Itu berarti bencana sudah di depan mata. Pemkot perlu memikirkan secara serius banjir yang terjadi selama ini, Data terakhir yang dapat dilihat tingkat penurunan tanah 0 centimeter di SPBU Kaliwiru, Jl Akpol 0,50 cm, Taman Diponegoro 0,54 cm, Lapangan Bayangkara 0,84 cm, Tugu Muda 1,54 cm, dan stasiun poncol 2,4 cm.

Penurunan yang cukup dalam terjadi di sekitar Jembatan BKB 3,00 cm, Jl Kol Sugiyono 3,80 cm, Jl Imam Bonjol 4,60, Perumahan Semarang Indah, 5,00 cm, Jl Ronggowarsito 5,27 cm, Tanggul BKB Tanah Mas 6,27 cm, dan Tanggul Kali Semarang 7,23 cm. Penurunan lebih dari 10 cm terjadi di Bolt B Sriboga Raturaya 13,50 cm dan Bold T Sriboga Raturaya 14,43 cm. Prediksi tenggelamnya Semarang bawah sebetulnya bukan isapan jempol. Bila dilihat dari alat ukur di Stasiun Tawang 30 tahun yang lalu masih dua meter di atas permukaan laut (mdpl), kini diperkirakan malah minus dari permukaan laut. Bila kita analisis penurunan permukaan tanah di berbagai wilayah Semarang tersebut, maka kita bisa menarik kesimpulan rata-rata penurunan permukaan tanah Kota Semarang adalah sebesar 4, 3 cm per tahun..

Sehingga dalam waktu 30 tahun mendatang rata-rata permukaan tanah Kota Semarang turun sebesar 1, 3 meter. Hal ini berarti pula untuk wilayah sekitar Bold T Sriboga Raturaya akan turun menjadi 4, 2 meter, yang sudah barang tentu tidak memungkinkan untuk berlangsungnya aktifitas dan kehidupan sosial.Telah banyak diungkapkan oleh laporan ilmiah dari banyak cendekiawan tentang secara umum faktor utama penyebab penurunan tanah suatu kawasan, yaitu pengambilan air tanah yang tidak terkontrol.

Memang fenomena pengambilan air tanah bersifat kontradikif bila dihubungkan dengan Kota Semarang sebagai kota besar yang tumbuh pesat diberbagai bidang, terutama bidang industri, real-estate dan jasa lainnya yang menuntut penyediaan air tanah yang berlimpah. Sehingga jelas sudah bahwa penurunan tanah atau amblesan merupakan fenomena alam yang banyak terjadi di kota-kota besar, yang terletak di atas lapisan batuan sedimen. Penurunan tanah dapat disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, beban bangunan, konsolidasi alamiah lapisan tanah, serta akibat gaya tektonik.

Dari berbagai sebab tersebut, pengambilan air tanah secara berlebihan melebihi kapasitas alirnya oleh industri diyakini sebagai penyebab utama terjadinya penurunan tanah. ( Dongeng Geologi http://rovicky.wordpress.com). Menurut pernyataan Ka.Bagian Perekonomian Setda Kota Semarang Drs.Masrohan Bahri, MM pada acara Workshop Pengendalian dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah (30/11) di Vina House bahwa Pengambilan Air Bawah Tanah ( ABT ) di Kota Semarang sudah berada dalam kondisi memperihatinkan, cekungan Semarang-Demak merupakan salah satu dari empat cekungan yang sudah tergolong rawan dan kritis untuk pengambilan Air Bawah Tanah pada kedalaman 40-150 meter.

Penghambilan air tanah yang tidak terkontrol ini menyebabkan penurunan permukaan air bawah tanah di Kota Semarang cukup signifikan. Oleh karena itu penurunan terutama di kecamatan Semarang Utara, Kecamatan Genuk dan Kecamatan yang terletak didekat pantai yang ditandai dengan penurunan permukaan tanah (Land Subsidence). Dari hasil survey, penurunan permukaan ABT di Kota Semarang di tahun 1970-an baru 0,5 – 3,5 meter tapi penurunan dari tahun ke tahun terus meningkat dan diperkirakan ditahun 2000-an mencapai 11,5 – 24,6 meter. Dikatakan bahkan disekitar pelabuhan Tanjung Emas mencapai 15 sentimeter per tahun. Penurunan muka air tanah ini dipengaruhi jenis lapisan tanah dipantai Semarang yang mengalami pemadatan alami ( www. Semarang. go.id,2009 ).

Ancaman tenggelamnya Kota Semarang bukan hanya ramalan dan isapan jempol saja. Hal ini bisa kita ketahui sebuah fakta bahwa banjir rob setiap tahun selalu saja bertambah luas hingga merangsek hampir ke tengah kota. Dapat kita lihat sebuah kenyataan pula bahwa saluran pembuangan di tiap kawasan setiap penjuru Kota Semarang tidak bisa mengalir lancar, ditambahkan pula bahwa hampir di setiap ruas jalan dan rumah penduduk di kawasan Semarang Utara selalu dilakukan penggurukan rutin tiap dekade agar tidak terkena banjir rob.

Kita mungkin dapat membayangkan kondisi beberapa dasawarsa ke depan untuk Kota Semarang yang memiliki urgensi sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, masih mampukah memiliki daya dukung ke arah itu.Tantangan yang berat telah menghadang kita apabila kita bertekad bahwa Semarang tetap menjadi Ibukota Jateng, dengan langkah yang sigap, serius, kontruktif dan mengintegrasikan semua komponen pendukung penyelamatan penurunana permukaan air tanah dan permukaan tanah, dengan cara meminimalis pengambilan air tanah yang sembrono. Tentu saja disini fungsi PDAM Pengkot Semarang harus mampu menggantikan fungsi tersebut. Langkah ini bisa saja dengan jalan pipanisasi bawah tanah untuk debet yang maksimal. Bukankah Wilayah Jateng Bagian Utara adalah wilayah yang relatif stabil terhadap gempa. Semoga wacana ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAMI SELALU MENERIMA WACANA DARI PENGUNJUNG DEMI PEMBELAJARAN BEKAL ILMU KAMI