Sabtu, 23 Oktober 2010

Menantikan Tampilan Masyarakat ON-LINE

Bila masyarakat Negara Paman Sam yang berpenduduk kurang lebih 250 juta jiwa dan diketahui bahwa 123 juta jiwa diantaranya telah rajin membaca surat kabar on-line, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa 50 % warga USA tersebut adalah masyarakat yang tidak mau ribet dalam melahap informasi yang up to date. Mereka tidak mau lagi harus menunggu jam sirkulasi informasi dari media cetak.

Inilah salah satu karakter peradaban yang modern, peradaban yang menuntut layanan informasi dalam bilangan detik. Suatu kejadian berlangsung beberapa saat sebelumnya, bisa langsung dikonsumsi saat ini juga. Inilah pula yang dibutuhkan oleh pebisnis modern yang selalu mengamati gejolak ekonomi dunia dan peluangnya. Namun bukan sampai di sini saja pelayan perusahaan jasa pelayanan informasi on line dalam memuaskan masyarakat Negara Paman Sam tersebut, terbukti seperti yang dilansir oleh Straits Times, Sabtu (9/10/2010), yang melaporkan bahwa Wall Street Journal, New York Times, dan USA Today merupakan tiga di antara banyak perusahaan media yang berminat membuat aplikasi untuk tablet Galaxy Samsung. Seperti diketahui perangkat tablet mampu menyimpan memory jauh lebih besar ketimbang hardrive.

Oleh karena itu, ketiga perusahaan besar tersebut ingin memaksimalkan perangkat apa saja, termasuk tablet, untuk memperluas cakupan pembaca mereka. Baik dengan menggunakan tablet yang kadung popular, Apple, atau yang baru akan digelontorkan oleh Samsung, Galaxy tablet. Menurut data penjualan tablet kemungkinan akan mencapai lebih dari 15 juta unit tahun ini dan lebih dari 48 juta unit pada tahun 2011.

Kenyamanan iptek untuk mewadahi informasi tersebut tentunya akan berimbas pada Masyarakat Indonesia yang reltif lebih rendah minat bacanya, ketimbang masyarakat Negara lain. Namun karena dinamika politik di era reformasi yang berciri pada perseteruan para petinggi, perebutan kursi kepresidenan, maraknya demo anarkis, aksi terorisme, Gayusmania dan petualngan Ariel, mau tidak mau masyarakat kita menjadi bergairah dengan sodoran multimedia yang murah. Meski sebagian besar masih belum bergeser dari tayangan media elektonik.

Namun di luar dugaan masyarakat kita telah menempati 10 besar dunia dalam hal pengguna facebook (sebesar 22 juta ), raihan ini telah membesarkan hati kita bahwa minat baca terutama remaja kita tidak separah yang kita bayangkan. Ditambah lagi bahwa siapapun yang menggandrungi facebook, berarti juga telah mampu dalam hal aplikasi perangkat dunia maya dan tentunya mampu untuk membeli voucher internet dalam arti luas. Maka dari itu kehadiran media on line dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak lagi tertepiskan pada masalah budaya, keterpurukan, minat baca ataupun faktor lainnya.

Oleh karena itu aka lebih familiar lagi kehadiran media on line yang mampu menyodorkan informasi tentang life style masyarakat modern Indonesia, seperti misalnya shop on line, job vacation, educational information dan diharapkan di masa depan bahwa bahan ajar pembelajaran peserta didik di sekolahpun menggunakan jasa ini.

Meski kita tahu bahwa media on line telah diterima oleh Masyarakat Indonesia, namun kitapun tahu bahwa sebagian masyarakat kita masih asing dengan media tersebut. Tentu saja hal ini berdasarkan laporan Dzulfian Syafrian (Fokus pada Kesejahteraan Rakyat, 2009) yang menyatakan bahwa bahwa sejak tahun 2004, angka kemiskinan masih sebesar 36,2 juta (16,6%). Angka ini sempat turun pada tahun 2005 menjadi 35,1 juta (16%). Namun naik lagi pada tahun 2006 menjadi 39,3 juta (17,8%) karena dipicu kenaikan harga BBM pada tahun 2005. Sejak tahun 2007 hingga 2009 trend angka kemiskinan terus menurun dan telah menyentuh angka 32,5 juta (14,2%) pada tahun 2009 ini.

Selain kemiskinan, angka pengangguran juga masih cukup besar. Pada tahun 2004, angka pengangguran sebesar 10,2 juta (9,8%), kemudian terus meningkat menjadi 10,8 juta (10,3%) pada tahun 2005 dan 11,1 juta (10,4%) pada tahun 2006. Serupa dengan fenomena kemiskinan, angka pengangguran mengalami penurunan pada tahun 2007 hingga 2009. Pada tahun 2009 ini, angka pengangguran masih sebesar 9,2 juta (8,1%).

Apabila fenomena keterpurukan di atas berhasil kita tekan seminimal mungkin, sehingga mampu menjadi stimulus korelasi posotof terhadap konsumsi dunia maya, sehingga setiap informasi vital yang dibutuhkan untuk kebutuhan mendasar masyarakat kita. Maka tidak menutup mata, bahwa beberapa dasawarsa ke depan Masyarakat Indionesia akan mampu tampil sebagai masyarakat informative melalui jasa jejering media on line.