Rabu, 09 November 2011

Banjir Sebuah Teror Baru untuk Kota Besar


sumber google
Musim kemarau baru saja meninggalkan kita, kini terhitung mulai pertengahan Oktober tahun 2011, sebagian besar wilayah Indonesia mulai diguyur hujan. Namun demikian meski hujan banyak membawa berkah bagi banyak pihak, namun hujan di tengah “distorsi iklim” yang mendunia, tentunya banyak menimbulkan masalah  di penghujung tahun 2011 hingga awal tahun 2012 ini. Masalah yang biasanya diusung musim penghujan di tengah kita, adalah banjir, tanah longsor, kerusakan tanaman pangan, serangan ulat bulu dan lain sebagainya.
Menghadapi alam yang menggeliat seperti tersebut di atas, maka kita harus menyikapi  dengan sigap, yang bertujuan  untuk menghadapi fenomena yang mampu merusak kehidupan social masyarakat kita, meski hanya menghindarkan kerugian semaksimal mungkin akibat  “amukan alam”  ini. Hal ini dikarenakan hingga kini belum ada capaian iptek manusia yang handal dalam menghadapi alam, yang “perkasa, garang, misterius dan sekaligus lembut” sebagai penopang kehidupan organisma di muka bumi ini. Umat manusia hingga kini hanya mampu menelisik faktor faktor penyebab “liar dan garangnya alam” terutama  penyebab  banjir , yang berpeluang besar hadir di tengah kita.
·         Kerusakan Lingkungan dan Banjir
Seperti kita ketahui bersama, bahwa suhu rata-rata  atmosfer Bumi telah meningkat dari tahun demi tahun sebesar  0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Fenomena alam tersebut berhasil dikembangkan lebih lanjut oleh  hasil  peneltian badan dunia yang bernama Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), yang  menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20,  kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Bahkan  sebanyak 30 badan ilmiah dan institusi akademik (termasuk semua akademisi, ilmuwan  dari negara-negara G8)  juga telah menyepakati fenomena bumi tersebut.  Mereka juga menyepakati Model Iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC,  yang mengisyaratkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 hingga 2100 nanti (Pemanasan Global, Wikipedia, 2010).
Sebuah tim peneliti lain dari Universitas Oxford baru baru ini juga telah melakukan penelitian tentang atmosfer . Dalam penelitian tersebut mereka  menggunakan model computer, yang mampu menggambarkan keadaan atmosfer sebenarnya. Dengan menggunakan computer tersebut mereka berhasil membandingkan keadaan atmosfer tanpa  Karbon Dioksida dan gas efek rumah kaca lainya (yang terkumpul karena emisi peradaban yang ada di muka bumi ini).
Dengan studi perbandingan tersebut, berhasil disimpulkan tentang keadaan atmosfer dekade sekarang, perangkat computer tersebut memberikan  gambaran tentang adanya  air sungai (perairan bumi) yang ber-pH basa,  dan mampu menyebabkan curah hujan yang relatif tinggi. Kasus ini banyak dijumpai di Inggris dan Wales.  Mereka juga mengemukakan bahwa pada kasus peningkatan sifat basa air  sungai yang ekstim di sekitar wilayah tersebut, ternyata menimbulkan banjir bandang pada tahun  2000.
Dengan penemuan tersebut mereka berhasil menjawab hubungan  antara “emisi gas rumah kaca” terhadap banjir bandang.  Studi lainya tentang iklim dilakukan juga  oleh ilmuwan dari Kanada dan Inggris yang menyimpulkan bahwa  adanya fenomena “emisi gas rumah kaca” menyebabkan peningkatan curah hujan yang ekstrim dan terjadi di belahan bumi utara. Peningkatan curah hujan tersebut berlangsung antara tahun 1950 hingga 2000 (BBC News, Climate Change Raise Flood Risk, 16 Pebruari 2011).
Peluang tingginya curah hujan hujan di atas normal di Indonesia telah dilaporkan oleh Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrim BMKG, Kukuh Ribudiyanto, yang menyatakan bahwa cuaca ekstrim memang salah satu penyebab terjadinya banjir dan biasanya curah hujan yang tinggi ini terjadi mulai Desember  hingga Febuari tahun berikutnya. Dengan demikian adanya fenomena cuaca ekstrim tesebut tentunya mampu mensiratkan  kita untuk bersikap  “ekstra waspada dan prihatin “ terhadap banjir  yang ditimbulkannya. Sehubungan dengan banjir yang telah akrab dengan kita,  
  • Teror Untuk Kota Besar
Meski kita belum berani menyatakan kebenaran hasil riset ilmiah Climate Change Raise Flood Risk  di atas, namun beberapa kasus  “banjir besar dan bandang “ telah terjadi di muka bumi ini. salah satunya adalah  banjir “Jakarta 2007”.  Bencana banjir ini  menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir.
Fenomena banjir  akan menjadi tambah kompleks bila fenomena ini menerjang kota metropolitan seperti Jakarta dan kota besar lainya baik di dalam maupun di luar negeri.  Kota Jakarta tidak mempunyai pilihan kecuali untuk bersinergi dengan alam yang telah menjadi warisan ibu kota Indonesia ini. Kota ini dialiri 13 sungai dan empat puluh persen daratannya berada di bawah muka laut pasang. Laju penduduk Jakarta pun pesat sehingga tekanan pada alam Jakarta berdampak pada pengelolaan serta pengendalian banjir. (Fauzi
Bowo, Mengapa Jakarta Banjir. Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi Jakarta, 2010).
  • Solusi Komprehensif
Solusi yang lunak dan persuasif di kota besar perlu sekali dikedepankan unyuk menepis terror banjir ini. Bukan hanya upaya rehabilitasi drainase lingkungan. Karena masalah banjir adalah masalah “keseimbangan ekologis” yang telah didzolimi umat manusia. Sehingga akan pecuma saja bila Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum mengalokasikan anggaran sebesar Rp145,7 miliar untuk pengamanan pantai dan pengendalian banjir pada 2012, tanpa ada  “pencerahan moralitas”  rakyat kita yang peduli dengan lingkungan, seperti : swadaaya pengelolaan sampah, swadaya pemeliharaan drainase di lingkungan sekitar mereka, pelestarian dan perluasan  Lingkungan Terbuka Hijau yang proporsional dengan pemukiman. Sehingga di masa mendatang lingkungan kota akan terbebas dari teror banjir (Dari berbagai sumber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAMI SELALU MENERIMA WACANA DARI PENGUNJUNG DEMI PEMBELAJARAN BEKAL ILMU KAMI